BACARITAMALUT.COM — Proyek rekonstruksi ruas Jalan Maidi, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, yang menelan dana sebesar Rp7,3 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2024, diduga bermasalah.
Proyek yang seharusnya dikerjakan dengan sistem hotmix ini justru tidak terlihat dilapisi aspal butas sebagaimana tertuang dalam dokumen teknis.

Padahal, dalam dokumen pekerjaan yang ditandatangani Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Ir. Kardiman, ST., MT dari bidang Bina Marga, tercantum item lapis pengikat emulsi, lataston HRS-Base, hingga bahan anti pengelupasan. Namun, pelaksanaan di lapangan diduga tidak mengacu pada rincian tersebut.
Baca Juga : LBH Marimoi Ternate Soroti Dugaan Ketidakadilan dalam Penanganan Kasus KDRT di Halut
Proyek yang berada di bawah Dinas PUPR Kota Tidore Kepulauan, dipimpin Abdul Muis A. Husain, disinyalir tidak hanya bermasalah dari sisi teknis, namun juga menyangkut proses lelang.
Berdasarkan data yang dipungut, Sabtu (14/6/2025), hanya satu dari 14 peserta lelang yang memasukkan penawaran, yakni CV. Pilar Nusantara Prima. Penawaran perusahaan tersebut bahkan hanya selisih Rp15.825.506 atau 0,21 persen dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS), yang ditetapkan oleh PPK.
Ketua Umum Ikatan Pelajar Mahasiswa Maidi (IPMMA), Taufik Titahelluw, menyampaikan kekhawatirannya terhadap kejanggalan proyek ini. Ia menilai proyek yang dibiayai oleh DAK tersebut tidak transparan dan sarat penyimpangan.
“Kami telah melakukan advokasi dan kajian akademis. Berdasarkan data LPSE, proyek ini seharusnya sampai tahap pengaspalan hotmix. Tapi faktanya, hanya berupa sertu. Kami meyakini spesifikasi material tidak sesuai dengan dokumen teknis,” ungkap Taufik.
Baca Juga : Jalan Berlubang di Depan Kampus UMMU Memprihatinkan, Mahasiswa Minta Segera Perbaiki
Ia menambahkan, nilai proyek yang mencapai miliaran rupiah seharusnya mampu menghasilkan pengaspalan hotmix sepanjang dua kilometer.
“Dalam RUP dijelaskan bahwa ini proyek jalan hotmix. Dana DAK tidak bisa diperpanjang, sehingga pekerjaan wajib rampung paling lambat Desember 2024,” tegasnya.
Lebih jauh, Taufik menyoroti kemungkinan terjadinya Contract Change Order (CCO) atau perubahan kontrak yang dinilai tidak wajar.
“Kalau benar proyek ini diubah dari hotmix menjadi sertu, maka ini terindikasi akal-akalan. Bisa jadi proyek sengaja didesain agar dimenangkan oleh satu pihak. Apalagi, kami curiga CV. Pilar Nusantara Prima tidak memiliki fasilitas AMP (Asphalt Mixing Plant),” sambungnya.
Baca Juga : UMMU Ternate Kukuhkan Dua Guru Besar
Ia menegaskan, jika benar terjadi pemalsuan jenis pekerjaan dalam dokumen tender, maka PPK dan Dinas PUPR Tidore Kepulauan harus bertanggung jawab.
“Perubahan signifikan seperti ini butuh justifikasi teknis yang kuat. Jangan sampai hanya untuk mengakomodasi pemenang tender tertentu,” tuturnya.
Hingga berita ini dipublish, wartawan masih berusaha menghubungi sejumlah pihak terkait, termasuk Dinas PUPR dan Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Pemkot Tidore Kepulauan. (Amat/Red)