BACARITAMALUT.COM — Dua hari menjelang bulan suci Ramadan, harga kebutuhan bahan pokok (Bapok) di Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul), Maluku Utara, mengalami kenaikan.
Beberapa komoditas utama yang terdampak antara lain beras, gula pasir, dan bahan pangan lainnya. Lonjakan harga ini menjadi beban tambahan bagi masyarakat, terutama kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Akademisi STAI Babussalam Sula, Mohtar Umasugi, menyoroti kenaikan harga ini harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah (Pemda) Kepsul, khususnya Dinas Koperasi, Perindustrian, Perdagangan (Diskoperindag) dan UKM.
“Seharusnya Diskoperindag lebih proaktif dalam menjaga stabilitas harga dan memastikan ketersediaan bahan pokok di pasar. Jika lonjakan harga terus dibiarkan tanpa intervensi yang jelas, masyarakat akan semakin terbebani,” ujarnya, Kamis (27/2/2025).
Mohtar juga menjelaskan, dalam konteks regulasi, pemerintah memiliki berbagai instrumen hukum yang dapat digunakan untuk mengendalikan harga dan memastikan distribusi bahan pokok tetap berjalan lancar.
“Ada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang menegaskan kewajiban pemerintah dalam menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok. Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 juga menuntut pemerintah daerah untuk melakukan pemantauan dan intervensi jika terjadi lonjakan harga yang tidak wajar,” tambahnya.
Baca Juga : H-2 Puasa, Harga Bapok di Kepulauan Sula Naik
Dari perspektif ekonomi, lonjakan harga menjelang Ramadan memang bukan hal baru. Prof. Dr. Bustanul Arifin, pakar ekonomi pertanian, menjelaskan bahwa kenaikan harga yang tidak terkendali bisa menjadi indikasi lemahnya sistem distribusi dan pengawasan pemerintah.
“Setiap tahun, kita melihat pola yang sama. Permintaan meningkat, sementara pasokan tidak cukup atau terganggu. Jika tidak ada kebijakan yang efektif, harga akan terus naik dan masyarakat yang paling dirugikan,” katanya.
Beberapa faktor utama yang menyebabkan kenaikan harga ini antara lain meningkatnya permintaan, distribusi yang tidak efisien, serta spekulasi pasar oleh oknum pedagang yang menahan stok demi keuntungan lebih besar.
Sebagai solusi, Mohtar menekankan pentingnya langkah konkret dari pemerintah daerah untuk mengatasi masalah ini.
“Diskoperindag harus segera menggelar operasi pasar murah, memperkuat koordinasi dengan pemasok dan distributor, serta meningkatkan pengawasan terhadap praktik spekulasi yang merugikan masyarakat. Selain itu, perlu ada kebijakan jangka panjang untuk memperkuat ketahanan pangan lokal agar tidak terlalu bergantung pada pasokan dari luar daerah,” tegasnya.
Mohtar juga mengingatkan, jika pemerintah daerah lambat bertindak, kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan ekonomi akan semakin melemah.
“Regulasi sudah ada, tinggal bagaimana implementasinya. Jika tidak ada tindakan nyata, masyarakat akan terus menjadi korban ketidakefektifan kebijakan pemerintah daerah. Pemangku kebijakan harus segera bertindak sebelum dampaknya semakin meluas,” tutupnya. (Red)