Oleh: Risma W. Umasangadji
Kader HMI Komisariat K.H. Ahmad Dahlan UMMU Ternate
“Kader-kader HMI tidak boleh luput dari ingatan sejarah akan perjuangan. HMI memiliki tanggung jawab sosial luar biasa. Sebuah konsekuensi yang harus diterima dan dijalankan. HMI tidak boleh diam dan terisolasi. HMI harus bangkit, menyala tanpa padam.”
Himpunan Mahasiswa Islam dilahirkan dengan tekad, keberanian, kesungguhan, dan keikhlasan dari almarhum Kakanda Prof. Lafran Pane. Seorang pemuda sederhana yang siap menerjang jalan-jalan sunyi demi mewujudkan cita-cita besarnya membangun HMI sebagai sebuah organisasi mahasiswa yang memikul predikat Islam.
Kelahiran HMI di suatu kelas Sekolah Tinggi Islam (STI) pada 14 Rabiul Awal 1366 Hijriah, atau bertepatan dengan 5 Februari 1947 Masehi, bertempat di Yogyakarta, di waktu sore hari. Organisasi mahasiswa ini lahir menjadi yang pertama dan tertua pasca-kemerdekaan.
Dengan semangat yang menyala, konsolidasi tanpa henti, tak kenal lelah, para leluhur pejuang HMI selalu melibatkan diri dalam serangkaian pertikaian melawan dominasi Jepang dan aneksasi Belanda guna mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Gerakan-gerakan militan dan loyal terkait mempertahankan kemerdekaan juga tak luput dari reaneksasi kolonial Belanda. Akhirnya, HMI membentuk Corps Mahasiswa sebagai wujud andil HMI melawan penjajah di agresi militer Belanda satu dan dua.
HMI memutuskan diri untuk melepas pena, mengangkat senjata. Dengan slogan-slogan membara dan aksi nyata, HMI melakukan gerilya dan perlawanan bersama militer Indonesia untuk menumpas segala bentuk penjajahan Belanda ke Indonesia.
Selaras dengan tujuan HMI (1947) waktu itu, dua komitmen asasi yang berbasis pada misi keindonesiaan dan keislaman mengharuskan HMI untuk turut serta dalam mengambil peran proaktif dan revolusioner guna mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Sejak awal, HMI telah mendeklarasikan diri sebagai Kader Umat dan Kader Bangsa. Olehnya, segala bentuk yang memberi dampak negatif pada aspek keumatan dan kebangsaan harus direspons dengan serius.
Kader-kader HMI tidak boleh luput dari ingatan sejarah akan perjuangan. HMI memiliki tanggung jawab sosial luar biasa. Sebuah konsekuensi yang harus diterima dan dijalankan. HMI tidak boleh diam dan terisolasi. HMI harus bangkit, menyala tanpa padam.
Refleksi, Meditasi, Introspeksi HMI: Ikhtiar Mewujudkan Tujuan HMI
HMI sebagai organisasi mahasiswa tertua dan memiliki ribuan kader tentu memiliki banyak masalah dan tantangan secara internal. Meski begitu, HMI seyogianya tidak boleh berlarut-larut pada konflik internal yang justru membawa malapetaka bagi organisasi.
HMI patuh melakukan pembenahan internal sebelum membenahi eksternal. Hal-hal yang menyangkut kerusakan dan tradisi buruk sudah harus ditinggalkan. Karena organisasi ini lahir dari asalnya sebagai lokomotif perubahan dalam merespons dinamika agama (Islam), negara (Indonesia), dan kampus (Perguruan Tinggi).
Ketiga kondisi di atas menjadikan HMI berkiprah penuh pada dua aspek: satu, pengkaderan; dua, perjuangan. Keduanya dinafasi oleh semangat keislaman dan keindonesiaan. Olehnya, selain pembenahan internal, HMI juga dituntut untuk membenahi eksternal.
Istilah lain juga dikenal dengan sebutan transformasi diri sebelum transformasi sosial. Transformasi diri merupakan hasil pengorbitan individu kader melalui pengkaderan di HMI yang sudah siap secara pengetahuan dan mental. Sedangkan transformasi sosial adalah wilayah terapan atau pengaplikasian.
HMI dalam cita-cita mulianya ialah membangun sebuah tatanan Masyarakat Adil Makmur. Yang menjadi lokomotif perubahannya ialah kader-kader paripurna: kader kompeten, militan, loyal, dan revolusioner yang terideologis.
Kader Paripurna atau Insan Cita (insan yang dicita-citakan HMI) ialah kader yang memiliki lima kualitas Insan Cita: Insan Akademis, Insan Pencipta, Insan Pengabdi, Insan yang Bernafaskan Islam, dan Insan yang Bertanggung Jawab. Di dalam lima kualitas itu terkandung 17 indikator.
Secara kompleks, tujuan HMI hanya menekankan tiga hal: pertama, Insan Cita (kader yang memiliki 5KIC, mengandung 17 indikator); kedua, Masyarakat Cita (masyarakat adil makmur); ketiga, Cita-Cita (ridho Allah SWT). Uraian ini dapat dipahami jika disandingkan dengan Tujuan HMI.
Terbinanya “Insan Akademis (1)”, “Pencipta (2)”, “Pengabdi (3)” yang “Bernafaskan Islam (4)” dan “Bertanggung Jawab (5)” (Insan Cita/5KIC) atas terwujudnya _Masyarakat Adil Makmur_ (Masyarakat Cita) yang diridhoi Allah SWT (Cita-Cita).
HMI melalui kadernya menyadari bahwa tugasnya bukan hanya menjalankan perintah Konstitusi HMI semata, melainkan juga melaksanakan perintah Allah SWT sebagai hamba. Itu kenapa manusia, alam, dan Tuhan acap kali disinggung dalam diskursus ke-HMI-an.
Dalam mewujudkan tujuan, HMI perlu memaksimalkan peran seluruh bidang dan lembaganya, terutama Lembaga Pengembangan Profesi (LPP). Dengan dukungan SDM kader, sangat mungkin tujuan HMI dapat tercapai lewat ikhtiarnya.
Misi Eksternal HMI: Ikhtiar Menjawab Problem Kejumudan Umat
Misi penyadaran sosial-keumatan merupakan langkah awal HMI guna membuka paradigma dan menggugah cakrawala beragama. Bahwasannya, Islam bukan hanya agama yang berorientasi pada ritus individu kepada Tuhan semata, tetapi juga menegaskan peran kesosialan hamba antar sesama guna mencapai kebaikan bersama.
Kesadaran akan individu hamba sebagai wakil Tuhan harus benar-benar dipahami oleh masyarakat luas. HMI harus menjadi media penggerak dari sebuah gerakan reposisi dalam menumpas dogma-dogma sekuler yang mengakar pada umat modern.
Melalui media masjid, pesantren, pondok, dan semacamnya yang belakangan terkesan kehilangan fungsi sosialnya, HMI dengan segala kemampuannya harus menjaring dukungan dan merevitalisasi medium Islam sebagai sarana dalam menjawab masalah keumatan.
Mengingat pula, sosial-keumatan belakangan sudah terjerumus pada pragmatisme akhirat semata dan melupakan tanggung jawab kesosialannya. Sehingga hanya hidup mencari keselamatan pribadi dan terkesan mengabaikan keselamatan umat. Ini tidak boleh dibiarkan.
HMI tidak boleh membiarkan apatisme membentuk perilaku dan sikap individu muslim. Prinsip keseimbangan individu dan sosial harus benar-benar ditegaskan oleh kader HMI, sebagai pengingat bahwa umat manusia terutama muslim memiliki tanggung jawab moral dan fungsi kekhalifahan di dunia yang tidak boleh ditinggalkan.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77)
Kesadaran umat merupakan suatu syarat modal untuk mewujudkan suatu perubahan. Berkaca pada gerakan-gerakan revolusioner Rasulullah SAW yang mengerti bahwa tanpa menyelesaikan masalah dasar seperti buta huruf, agama, ideologi, politik, dan lain-lain, perubahan akan sangat sulit dicapai.
Makanya, hari ini HMI memiliki banyak catatan khusus. Mengingat ketaklidan agama, pergumulan ideologi, konfigurasi politik, buta aksara pendidikan, doktrin sekuler, dan seterusnya yang menggerogoti sektor kehidupan umat Islam, sehingga mereka tidak peduli dengan masalah-masalah dunia dan larut pada soal akhirat. HMI harus berpikir keras soal ini.
Untuk itu, HMI tidak boleh hanya fokus ke mahasiswa (Islam) sebagai wujud kaderisasi formal internal, tetapi juga harus melakukan kaderisasi non-formal kepada umat. HMI sudah harus memikirkan konsepnya, kurikulumnya. Kemudian program ini dijadikan agenda rutin wajib tahunan.
HMI harus menjadi mediator dan lokomotif dari titik temu dan perjumpaan ide-ide masyarakat Islam. Setidaknya, HMI mampu menciptakan suatu medium (sarana pendidikan non-formal) di mana masyarakat dan umat dapat mengakses ilmu, pesan, dan doktrin. Dengan ikhtiar menjadikan pemuda, pelajar, dan masyarakat terdidik.
HMI seyogianya harus eksis di tengah masyarakat. Secara tidak langsung hal ini merupakan bagian dari advokasi langsung yang dapat bersentuhan dengan masalah dan melakukan demokratisasi, konsolidasi, komunikasi dengan pemuka agama, pengikutnya, dan kelompok simpatisan agama. Memperkuat ukhuwah Islamiyah, membangun kekuatan Islam kembali sebagai usaha-usaha dalam menjawab problem kejumudan umat menuju masyarakat adil makmur.
HMI bukan organisasi yang lahir dari ruang kosong tanpa arah dan makna. HMI merupakan sebuah wadah titik temu seluruh aliran Islam dalam lingkup kemahasiswaan, mempunyai pandangan visioner-futuris, memiliki cita-cita, memikul tanggung jawab moral di dunia-akhirat, dan tentunya mengambil peran dalam rangka menyelesaikan persoalan kejumudan umat dan kemunduran Islam, masalah kebangsaan, adapun masalah kemahasiswaan itu sendiri.
Sebagai organisasi yang tersemat predikat Islam, sudah barang tentu bukan suatu hal mudah. Tetapi, dalam urusan menyelesaikan tantangan, ancaman, sekaligus visi-misi, HMI tidak boleh kehilangan nilai dari fitrah asalnya. HMI harus kembali pada fitrahnya sebagai organisasi perjuangan, tanpa menegasikan pengkaderan.
Meneruskan perjuangan almarhum Baginda Nabi Muhammad SAW dan turunnya sebagai manifesto Tuhan di dunia, menyelaraskan pesan (wahyu) dan perubahan (revolusi), menciptakan siklus dan iklim yang baik, memberantas kezaliman, mengatasi buta pendidikan, sosial, agama, ekonomi, politik, dan lain-lain.
Komitmen itu yang harus terus dipegang teguh dan dijalankan dengan konsisten sebagai ikhtiar dalam membangun tatanan peradaban umat dan masyarakat adil makmur. HMI harus menjadi penggerak, penguat, pelopor, penggiat, penyalur, penengah, penjawab, penerang bagi masalah-masalah keislaman dan keindonesiaan. Yakin Usaha Sampai.
*Penuis adalah Kader HMI Komisariat K.H. Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (Ummu) Ternate