Menu

Mode Gelap
Kasus Laka Laut Sula Masuk Tahap Akhir, Berkas Dua Nakhoda Sudah di Kejaksaan Polres Kepulauan Sula Bagikan Bansos kepada Ojek Pangkalan Kapolsek Sulabesi Barat Ubah Cara Polisi Dekati Warga Ramah Tamah BPK di Ternate, Bupati Sula Serukan Sinergi Pengelolaan Keuangan Daerah Bupati Sula Panen Tomat Bersama Kelompok Tani Wai Balanda Buka Akses Digital, Bupati Sula Serahkan Bantuan Starlink

Opini

Alam: Sumber Kehidupan Sekaligus Malapetaka bagi Manusia

badge-check


Foto: M. Sofyan Z Selang, Pegiat PILAS Institute. (doc: Istimewa) Perbesar

Foto: M. Sofyan Z Selang, Pegiat PILAS Institute. (doc: Istimewa)

Oleh: M. Sofyan Z Selang
(Pegiat PILAS Institute)

TUHAN telah menciptakan alam semesta dan menganugerahkannya kepada manusia untuk dirawat, dikelola, dan dijaga dengan baik demi memenuhi kebutuhan hidup manusia. Setiap manusia lahir dan tumbuh di tengah alam. Sejak dalam kandungan, manusia sudah menerima energi dari alam melalui ibu yang mengonsumsi makanan, minuman, nutrisi, vitamin, dan perlindungan—semuanya berasal dari alam dan dikelola dengan baik untuk buah hati di dalam rahimnya.

Sementara itu, alam hampir tidak memiliki ketergantungan terhadap manusia, kecuali karbon dioksida yang kita hasilkan saat bernapas, serta jasad kita saat dikuburkan yang kemudian menjadi sumber hara dan bahan makanan bagi tumbuhan.

Kita semua menyadari bahwa manfaat alam bagi kehidupan sangatlah besar. Sebagian dari kita mensyukurinya dengan menjaga, memelihara, dan melestarikan kelestarian alam beserta seluruh sumber kekayaannya. Namun, mayoritas dari kita, baik secara sengaja (karena ego dan keserakahan dengan dalih modernisasi) maupun tidak sengaja (karena ketidaktahuan), justru melakukan perusakan. Misalnya, menebang pohon secara liar dan membuka ruang bagi industri pertambangan yang merusak perut bumi secara terang-terangan.

Dampak dari tindakan-tindakan sembrono ini menyebabkan berbagai bencana alam dan masalah lingkungan. Alam bisa menjadi ancaman jika tidak dimanfaatkan dengan bijak. Banjir, tanah longsor, hingga krisis air bersih adalah akibat dari eksploitasi alam secara membabi buta.

Indonesia menjadi sasaran empuk bagi para korporasi untuk menanamkan modal dengan dalih percepatan pembangunan. Khususnya di wilayah Maluku Utara, terdapat 113 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan pada tahun 2025. Hal ini diungkapkan oleh anggota Komisi III DPRD Maluku Utara, Muksin Amrin, usai rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Februari lalu.

Aktivitas penambangan yang terus-menerus menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius, seperti hutan gundul, perusakan habitat, pencemaran air dan udara, serta konflik sosial antara masyarakat lokal dan perusahaan tambang.

Padahal, lingkungan adalah tempat hidup bagi seluruh makhluk hidup—manusia, hewan, maupun tumbuhan—yang seharusnya kita jaga kelestariannya. Ini penting agar generasi mendatang dapat menikmatinya. Menghirup udara bersih dan hidup jauh dari ancaman bencana adalah hak setiap warga negara yang harus dilindungi.

Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, dalam pidatonya pada acara Halal Bihalal Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang, 6 Mei 2023, menegaskan bahwa lingkungan hidup memiliki peran vital dalam kehidupan manusia. Ia menyatakan, “Tidak ada kehidupan tanpa memperhatikan lingkungan hidup.”
Ia juga menyoroti dampak buruk dari kerusakan ekosistem. Menurutnya, ekosistem yang rusak dapat mempercepat keruntuhan alam dan mendekatkan dunia pada kiamat. “Ekosistem yang rusak akan menyebabkan cepatnya dunia ini kiamat.”
Oleh karena itu, menjaga dan melestarikan lingkungan hidup adalah tanggung jawab bersama yang harus dipikul oleh setiap individu.

Bahkan, penyelewengan terhadap lingkungan secara implisit juga telah menodai perintah Allah SWT untuk membangun dan memperbaiki bumi, serta menjauhi segala bentuk kerusakan dan kebinasaan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-A’raf ayat 56:

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Oleh karena itu, kita seharusnya bersyukur kepada Tuhan atas kekayaan alam yang melimpah dengan cara menjaga dan melestarikan lingkungan ini. Mulailah dari sekarang—lindungi dan rawatlah lingkungan sekitar kita.

Sebab, jika kita merusak hutan, berarti kita menghancurkan sumber kehidupan kita sendiri.

#Penulis adalah pegiat PILAS Institute

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Korban Digitalisasi, Akankah Koran di Ternate Tinggal Sejarah?

13 Oktober 2025 - 17:17 WIT

Korban Digitalisasi, Akankah Koran di Ternate Tinggal Sejarah?

Krisis Ekonomi dan Doktrin Sosial

10 Oktober 2025 - 19:18 WIT

Krisis Ekonomi dan Doktrin Sosial

Caffe dan Jejak Intelektual

10 Oktober 2025 - 15:27 WIT

caffe dan jejak intelektual

Musafir

8 Oktober 2025 - 20:37 WIT

Musafir

Menghina Butuh Literasi

20 September 2025 - 16:34 WIT

Menghina butuh literasi.
Trending di Opini